Rabu, 30 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI DENGAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang
    Klien dengan Skizofrenia mempunyai gejala utama penurunan  persepsi  sensori :  Halusinasi. Jenis  halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan.    
    Gangguan halusinasi ini umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan orang lain, klien sendiri dan lingkungan.Terkait dengan hal tersebut di atas penulis merasa perlu untuk melakukan asuhan keperawatan pada Tuan  E di ruangan sorik marapi RSJ  Medan, karena kasus  pada klien jiwa dengan gangguan halusinasi pendengaran cukup banyak terjadi, selain keadaan klien yang cukup mendukung dalam proses perawatan yang cukup mendukung perawat.Selain masalah halusinasi klien juga mengalami permasalahan kejiwaan, seperti :  menarik diri, harga  diri rendah kronis dan  resiko tinggi perilaku kekerasan. 
1.2.  Tujuan
1.2.1.  Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan proses keperawatan pada klien Tuan E dengan halusinasi pendengaran di ruang sorik marapi RSJ Medan.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian analisa data, merumuskan masalah keperawatan, membuat pohon  masalah, menetapkan pohon  masalah,menetapkan diagnosa keperawatan  pada Tuan E dengan  halusinasi pendengaran di ruang sorik marapi RSJ Medan.
b. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
c. Dapat mengimplementasikan rencana  tindakan keperawatan yang  nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
e. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.



BAB II
TEORITIS MEDIS
I. TEORITIS MEDIS
2.1. Defenisi
    Halusinasi adalah tanggapan (persepsi) panca indera tanpa rangsangan dari luar diri (eksternal). Halusinasi dapat berupa halusinasi dengar, lihat, hidung (cium), kecap.
    Halusinasi pendengaran adalah tanggapan atau panca indera rangsangan dari luar terutama pada sistem pendengaran
    Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi (Beck dan Wiliam, 1980).
    Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 1984).

2.2. Jenis Halusinasi
a.    Halusinasi Ausitorius (pendengaran) yaitu individu mendengar suara-suara yang membicarakan, mengejek, tetapi tidak ada sumber di sekitarnya.
b.    Halusinasi Visual (penglihatan) yaitu individu melihat pemandangan orang, binatang, atau sesuatu yang tidak ada.
c.    Halusinasi Olfaktorius (penciuman) yaitu individu mencium bau bunga, kemenyan, mayat dan lain-lain yang tidak ada sumbernya.
d.    Halusinasi Taktil dan Somatik (perabaan) adalah individu merasa ada seseorang yang meraba, memukul atau binatang yang merayap pada kulit.
e.    Halusinasi Gestaborius (pengecapan) yaitu individu merasa mengecap sesuatu rasa si mulut yang sumbernya tidak ada.
2.3. proses terjadinya
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku dibagi atas:
a.    Tahap Pertama
Memberi rasa nyaman, tingkat enseitas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.

Karakteristik:
    Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
    Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
    Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran non psikotik perilaku klien
    Tersenyum, tertawa sendiri

Perilaku pasien:
    Menggerakkan bibir tanpa suara
    Pergerakan mata yang cepat
    Respon verbal yang lambat
    Diam dan berkonsentrasi

b.    Tahap Kedua
    Menyalahkan
    Tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati
Karakteristik:
    Pengalaman sensori menakutkan
    Merasakan dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
    Mulai merasa kehilangan kontrol
    Menarik diri dari orang lain, kesadaran non psikotik
Perilaku pasien:
    Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
    Perhatian dengan lingkungan kurang
    Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
    Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas


c.    Tahap Ketiga
    Mengontrol
    Tingkat kecemasan berat
    Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

Karakteristik:
    Klien menyerahkan dan menerima pengalaman sensorinya
    Isi halusinasi menjadi aktraktif
    Kesepian bila pengalaman psikotik

Perilaku pasien:
    Perintah halusinasi ditaati
    Perhatian terhadap lingkungan kurang, hanya beberapa destruktif
    Tidak mampu mengikuti perintah dan perawat, tanpa trumor dan berkeringat

d.    Tahap Keempat
    Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
    Klien  panik

Perilaku klien:
    Perilaku panik
    Resiko tinggi mencederai
    Agritasi atau ketakutan
    Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
(Keperawatan Kesehatan Psikiater Terintegrasi Dengan Keluarga)

2.4. rentang respon

Skema dari rangsangan neurobiologikal
R. Adaptif        R. Maladaptif

Pemikiran logis    Pemikiran kadang    Kelainan fikiran / delus    menyimpang
Persepsi akurat    Illusi    Halusinasi
Emosi konsisten    Reaksi emosional    Ketidakmampuan untuk
dengan pengalaman    berlebihan/berkurang    mengalami emosi
Perilaku sesuai    Perilaku ganjil    Ketidakteraturan
Hubungan social     Menarik diri    Isolasi social














II. TEORITIS KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
i.    Identitas klien
ii.    Keluhan utama
iii.    Faktor predisposisi
a.    Faktor perkembangan  terlambat
    Usia bayi,tidak terpenuhi  kebutuhan makanan, minum, dan rasa aman
    Usia balita, tidak terpenuhi  kebutuhan otonomi
    Usia sekolah, mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b.    Factor komunikasi  dalam keluarga
    Komunikasi peran ganda
    Tidak ada komunikasi
    Tidak ada kehangatan
    Komunikasi dengan  emosi berlebihan
    Komunikasi tertutup
    Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang  otoritas dan konflik orang tua
c.    Factor social budaya
Kehidupan social  dapat pula mempengaruhi gangguan  orientasi  realita seperti kemiskinan, konflik social budaya (peperangan atau kerusuhan) dan  kehidupan  yang terisolasi disertai stress.Isolasi social pada yang usia lanjut, cacat, sakit konis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d.    Factor psikologis
Keluarga pengasuh  dan lingkingan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam  kehidupan klien.
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negate, dan koping destruktif
e.    Factor biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mingkin muncul  adalah hambatan dalam belajar,berbicara,daya ingat dan muncul prilaku menarik diri.
f.    Factor Genetik
Adanya pengaruh  herediter (keturunan) berupa anggota keluarga  terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.



iv.    Perilaku
    Halusinasi benar-benar nyata dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mim pi saat tidur. Klien mingkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.

Pasien  yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respons negative ketika mereka menceritakan halusinasinhya kepada orang lain. Oleh sebab itu, banyak pasien kemudian enggan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan  dengan orang lain. Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi yang dialami oleh pasien penting untuk memiliki ketulusan dan perhatian yang penuh untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.

Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda  dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekewdar mengetahui  jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
•    Isi halusinasi yang dialami oleh pasien
•    Waktu dan frekuensi halusinasi
•    Situasi pencetus halusinasi
•    Respons pasien.

v.    Fisik

1.    ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintah untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, ruang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan, atau kegiatan ganjil.
2.    Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3.    Riwayat kesehatan
Skizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat
4.    Riwayat skizofrenia dalam keluarga
5.    Fungsi system tubuh
o    Perubahan berat bada, hypertemia(demam)
o    Neurologikal:perubahan mood,disorientasi
o    Ketidakefektifan endoktrin oleh peningkatan temperature

vi.    Status Emosi
Afek  tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan  bermusuhan, kecemasan berat atau panic, suka berkelahi .

vii.    Status Intelektual
Gangguan persepsi,penglihatan, pendengaran, perabaan, pencviuman dan kecap, isi piker tidak realitas, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku,kurang motivasi koping.

2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
b.    Isolasi menarik diri
c.    Gangguan konsep diri: harga diri rendah
d.    Resiko tinggi kekerasan, mencederai diri sendiri dan orang lain

3. Tindakan Keperawatan
a. gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
1)    Membantu klien mengenali halusinasinya
Untuk membantu klien mengenali halusinasinya anda dapat melakukan dengan cara diskusi dengan klien tentang halusinasinya (apa yang di dengar,dilhat), waktu terjadi halusinasi,frekuensi terjadinya halusinasi.
2)    Melatih pasien mengontrol halusinasi
•    Menghardik halusinasi
    Menjelaskan cara menghardik halusinasi
    Memperagakan cara menghardik
    Meminta pasien memperagakan ulang
•    Bercakap-cakap dengan orang lain
•    Melakukan aktifitas yang terjadwal
    Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
    Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
    Menyusun jadwal aktivitas
    Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan



•    Menggunakan obat secara teratur
    Jelaskan kegunaan obat
    Jelaskan akibat putus obat
    Jelaskan cara mendapatkan obat
    Jelaskan cara menggunakan obat
b.    Isolasi sosial
Tindakan keperawatan:
1.    Membina hubungan saling percaya
    Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
    Berkenalan dengan klien
    Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
    Buat kontrak asuhan
    Tunjukkan sikap empati terhadap pasien
2.    Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
    Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
    Menanyakan pa penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
3.    Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina hubungan dengan orang lain
4.    Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina hubungan.
    Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergabung dengan orang lain
    Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
5.    Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain.

c.    Gangguan konsep diri:harga diri rendah
1.    Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien
    Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
    Memberi pujian pada klien

2.    Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
3.    Menbantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih
4.    Melatih kemampuan klien yang telah dipilih
5.    Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih

d.    Perilaku kekerasan
1.    Bina hubungan saling percaya
2.    Diskusikan dengan klien penyebab perilaku kekerasan
3.    Diskusikan persaan klien jika terjadi perilaku kekerasan
4.    Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
5.    Diskusikan dengan klien akibat perilakunya
6.    Diskusikan dengan klien cara mengontrol PK secara fisik
7.    Latih pasien mengontrol PK secara verbal
8.    Latih pasien mengontrol klien dengan obat,spiritual dll
9.    Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok

ASUHAN KEPERAWATAN GOITER(GONDOK)

BAB I
KONSEP DASAR MEDIS:GOITER

1.1.    PENGERTIAN

Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.
Gondok adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa bermacam-macam, dimana kelenjar tiroid diperlukan untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi mengontrol metabolisme tubuh, keseimbangan tubuh dan pertumbuhan perkembangan yang normal.

1.2.    ANATOMI KELENJAR TIROID


    Kelenjar  tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami decencus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, atau terjadi kelenjar disepanjang jalan ini, yaitu antara letak kelenjar yang seharusnya dengan basis lidah. Dengan demikian sebagai kegagalan desensus atau menutupnya duktus akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang abnormal , persistensi duktus tiroglosus, tiroid lingual, tiroid servikal, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan memberikan tiroid substernal. Branchial pouch keempat pun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid dan merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C yang memproduksi kalsitonin.
    Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke kelenjar berasal dari a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke kelenjar getah bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefalikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari tiroid.



1.3.     ETIOLOGI

a)    Hipertiroidisme primer yang disebabkan karena kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan yodium,dimana kadar hormon tiroid didalam darah rendah sehingga tidak ada inhibisi umpan balik negatif kehipofisis anterior,hal ini mengakibatkan sekresi TSH meningkat.
b)    Sekresi yang berlebihan dari hormon TSH akan berpengaruh terhadap perubahan kelenjar tiroid dan stimulasi TSH yang berleebihan juga dapat berpengaruh pada produksi kelenjar tiroid
c)    Penyakit grave.adanya TSI merangsang pertumbuhan tiroid meningkatkan sekresi hormon tiroid.
d)    Defisiensi yodium,yodium merupakan bahan untuk sintesis hormon tiroid,sehingga produksi hormon juga akan menurun.
e)    Genetik yang mengakibatkan kegagalan metabolisme yodium.
f)    Pencernaan dalam jumlah besar nutrisi goitrogens yang dapat menghambat produksi T4,seperti bayam,kedelai,dan kubis.
g)    Pencernaan obat-obatan yang bersifat goitrogens seperti glukokortikoid,dopamin atau lithium
1.3.      FAKTOR RESIKO

Gondok dapat menyerang siapa saja. Gondok dapat terjadi pada saat kelahiran dan terjadi kapan saja sepanjang hidup, walaupun lebih sering terjadi setelah usia 50 tahun. Beberapa faktor risiko umum munculnya gondok adalah :
•    Kurangnya diet yodium. Orang-orang yang tinggal di daerah dimana yodium sulit didapatkan beresiko tinggi gondok.
•    Jenis kelamin. Perempuan lebih rentan mengalami gangguan tiroid daripada laki-laki.
•    Usia lanut. Umur di atas 50 tahun atau lebih berisiko lebih tinggi terkena gondok.
•    Riwayat medis. Riwayat pribadi atau keluarga yang menderita penyakit autoimmune meningkatkan risiko gondok.
•    Kehamilan dan menopause. Masalah tiroid lebih sering terjadi setelah kehamilan dan menopause.
•    Obat tertentu. Beberapa obat termasuk immunosuppressants, obat jantung Amiodarone dan lithium obat psikiatri meningkatkan risiko gondok.
•    Terpapar radiasi. Risiko meningkat jika seseorang menjalani perawatan radiasi ke leher atau dada atau terkena radiasi di fasilitas nuklir

1.4.  FATOFISIOLOGI



Pembentukan hormon tiroid membutuhkan unsur yodium dan stimulasi dari TSH. Salah satu penyebab paling sering terjadi penyakit gondok  karena kekurangan yodium. Aktifitas utama dari kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi dalam pengambilan yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak cukup untuk membuat hormon tiroid jika tidak memiliki cukup yodim. Oleh karena itu,dengan defesiansi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Kekurangan hormon tiroid(hipotiroid)tubuh akan berkonpensasi terhadap pembesaran tiroid,hal ini juga merupakan proses adaptasi terhadap defisiensi hormon tiroid. Namun demikian  pembesaran dapat terjadi sebagai respon meningkatnya sekresi pituitari/TSH.


1.5.  TANDA DAN GEJALA
    gejala atau tanda yang muncul pada penderita gondok adalah :
•    Pembengkakan pada pangkal leher/pembesaran kelenjar tiroid
•    Kesulitan dalam dalam bicara
•    Perasaan ketat atau sempit pada tenggorokan
•    Batuk
•    Suara serak
•    Kesulitan menelan
•    Kesulitan bernapas
•    Nyeri tekan pada kelenjar tiroid

1.6.     KLASIFIKASI
1.Goiter congenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2.Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut

3.Goiter sporadic
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Goiter yodium
    Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus,dan pada beberapa keadaan,hipotiroidisme dapat berkembang.
b. Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid yang tampak normal.


    c.Goiter multinodular
    Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus     yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
4.Goiter intratrakea Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :
1.Stadium   O – A          : tidak ada goiter.
2.Stadium O – B            : goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun                      leher terekstensi penuh.
3.Stadium I                    : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi                           penuh.
4.Stadium II                   : goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
5.Stadium III         :  goiter yang besar terlihat dari Darun

1.7.     PENATALAKSANAAN

1.    Pengobatan
Pasien dengan satu atau lebih nodul tiroid yang mengalami hipertiroid diberikan obat anti tiroid.obat anti tiroid yang biasa digunakan adalah; karbimazol,metimazol,dan profiltourasil.
2.    Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengurangi massa fungsional pada hipertiroid,mengurangi penekanan dan esophagus dan trakhea,mengurangi ekspansi pada tumor atau keganasan.
3.    Terapi radioiodine
Merupakan teraapi alternatif untuk single toxic adenoma atau toxic multinodular goiter. Tujuan dari terapi ini adalah untuk mempertahankan fungsi dari jaringan tiroid normal.radioiodine juga digunakan untuk mengurangi volume nodul pada nontoksik multinodular goiter.

1.8.     KOMPLIKASI

1.    Terhambatnya jalan nafas
2.     aritmia
    Badai tiroid(suatu aktifitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tirod yang terjadi secara tiba-tiba.
Yang akan mengakibatkan:
    Demam
    Kelemahan
    Perubahan suasana hati
    Perubahan kesadaran
    Kegelisahan,dll.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GOITER

2.1. PENGKAJIAN
2.1.1. anamnise
a. identitas
Nama        :
usia        :
Jenis kelamin    :
alamat        :
suku        :
agama        :
pekerjaan    :
b. keluhan utama
•    Perasaan ketat atau sempit pada tenggorokan
•    Batuk
•    Suara serak
•    Kesulitan menelan
•    Kesulitan bernapas
c. riwayat penyakit sekarang
    klien masuk RS dengan keluhan sejak sebelum masuk RS klen mengeluh batuk,sulit menelan,sulit bernafas,perasaan ketat atau sempit pada tenggorokan sehingga klien mengalami penurunan berat badan.
d. riwayat penyakit dahulu
klien tidak mempunyai riwayat masa lalu dan tidak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan..
e.riwayat penyakit keluarga
ayah klien menderita penyakit gondok atau goiter.


f. riwayat psikososial
    Klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya karena takut tidak sembuh
    Klien dan keluarga banyak bertanya tentang proses dan perawatan penyakit
    Klien bituh dukungan dari perawat terutama keluarga

2.1.2. pemeriksaan fisik

-          Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat dipalpasi.
-         Inspeksi bentuk leher simetris tidaknya.
-        Auskultasi bunyi pada arteri tyroidea,nilai kualitas suara
-        Palpasi apakah terjadi deviasi trachea

    2.1.3. pemeriksaan diagnostik

    Pemeriksaan sidik tiroid,pemeriksaan dengan radiosotop untuk mengetahui ukuran,lokasi dan fungsi tiroid,melalui hasil tangkapan yodiun radioaktif oleh kelenjar tiroid
    Pemeriksaan ultrasonografi(USG),mengetahui keadan nodul kelenjar tiroid misalnya keadaan padat atau cair,adanya kista,tiroiditis.
    Biopsi asporasi jarum halus(BAJAH) yaitu dengan melakukan aspirasi menggunakan jarum suntik halus no.22-27,sehingga rasa nyeri dapat dikurangi danrelatif lebih aman. Namun demikian kelemahan dari pemeriksaan ini adalah menghasilkan negatif atau positif.
    Pemeriksaan T3,T4,TSH,untuk mengetahui hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar tiroid atau hipofisis
    Temografi,yaitu dengan mengukursuhu kulit pada daerah tertentu,menggunakan alat yang disebut dinamic telethermografi. Hasilnya keadaan panas apabila selisih suhu dengan daerah sekitarnya>0,90C dan dingin papabila <0,90C.sebagian besar keganasan tiroid pada suhu panas.


2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Resiko tidak efektipnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kompresi trakea dan obstruksi
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
3.    Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan post oerasi tiroidektomi
4.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan insisi
5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

2.3. PERENCANAAN

1)    Resiko tidak efektipnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kompresi trakea dan obstruksi.
Tujuan:jalan nafas pasien paten
Kriteria hasil:
 - pasien mengatakan tidak sesak nafas
-    Jalan nafas bersih
-    Slem tidak ada
-    Pola pernafasan normal



Intervensi keperawatan    rasional
Monitor jumlah pernafasan,kedalaman dan kerja pernafasan    Pernafasan yang cepat dapat berkembang menjadi kegagalan pernafasan dan dapat terjadi karena kompresi,edema atau perdarahan
Kaji adanya dispnea,stridor,sianosis dan catat kualitas suara    Indikator adanya obstruksi trachea atau spame laring,data dibutuhkan untuk intervensi lebih lanjut
Hati-hati dengan mobilisasi dan kelenturan leher,sokong dengan bantal    Mengurangi regangan atau tarikan luka operasi
Investigasi kesulitan menelan,mengeluarkan slem dan kesulitan bernafas.    Indikasi edema,perdarahan pada sekitar jaringan tempat operasi
Kolaburasi dalam pemberian terapi inhalasi    Mengurangi edema dan melonggarkan jalan nafas


2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya penekanan daerah oesofagus, penurunan nafsu makan.
Tujuan               : Menunjukkan status gizi pasien yang adekuat
Kriteria Hasil    : 
    dalam 3×24 jam, pasien menunjukkan
    BB normal
    Albumin normal 3,5-5 mg/Dl
    Peningkatan nafsu makan




No    Intervensi    Rasional
1    Kaji adanya kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah.    kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah adalah factor yang menentukan asupan makan pasien
2    Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat bada setiap hari serta laporkan adanya penurunan.    Mengetahui status nutrisi pasien
3    Dorong klien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga beri makanan lunak, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.    Mempermudah pasien menelan makanan
4    Beri/tawarkan makanan kesukaan klien.    Meningkatkan nafsu makan pasien
5    Kolaborasi : konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.    Mencukupi nutrisi sesuai yang dibutuhkan pasien

3.    Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan post oerasi tiroidektomi
Tujuan:pasien dapat mempertahankan rasa nyaman nyeri yang optimal
Kriteria hasil:
    Pasien mengatakan nyeri berkurang
    Ekspresi wajah tidak tampak kesakitan
    Prilaku pasien adaptif
    TTV dalam batas normal


Intervensi keperawatn    rasional
Kaji secara komprehensip nyeri,lokasi,krakteristik,awal kejadian,durasi,frekuensi,kualitas,berat/ringan dan faktor penyebab    Nyeri adalah pengalaman subjektif karena itu harus dideskripsikan oleh pasien
Amati atau pantau tanda dan gejala yang terkait dengan rasa sakit,seperti tekanan darah,denyut jantungmsuhu,warna,kelembapan kulit,gelisah dan kemampuan untuk fokus    Perhatian terhadap tanda-tanda yang terkait dapat membantu perawat dalam mengevaluasi sakit
Nilai pengetahuan pasien atau freferensi tentang pengurangan rasa sakit    Beberapa pasien mungkin tidak menyadari aktifitas metode nonpharmaklogikal dan mungkin bersedia untuk mencobanya.
Evalusi respon rasa sakit pasien dan obat-obatan atau terapi yang dertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit    Mengetahui aktifitas dari terapi yang diberikan
Lakukan latihan biofeedback,latiahn pernafasan,terapi musik    Salah satu metode untuk menurunkan nyeri
Berikan intruksi antisipatif tentang penyebab nyeri,pencegahan yang sesuai dan langkah-langkah bantuan    Mengurangi resiko efek samping analgetik

Lakukan perawatan luka denagn teknik aseptik setelah hari ketiga    Infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri

4.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan insisi
Tujuan:pasien dapat meningkatkan integritas kulit melalui perawatan luka yang optimal
Kriteria hasil:
    Kulit pasien utuh
    Luka bekas operasi kering,tidak ada tanda-tanda infeksi
    Tidak ada nyeri pada luka operasi
Intervensi keperawatan    rasional
Lakukan imobilisasi pada area leher dan hindari keadaan fleksi dan hipertensi leher    Mencegah tarikan pada garis luka sehingga mengakibatkan perdarahan
Jaga kasa dan balutan dileher tetap bersih dan kering    Menjaga terjadinya infeksi
Jaga pakaian dan tempat tidur tetap kering    Menghindari iritasi dan gatal-gatal
Jaga suhu ruangan yang nyaman    Suhu yang panas dapat meningkatkan evavorasi dan vasodilatasi
Hindari aktifitas yang dapat meningkatkan keringat    Menghindari gatal dan vasodilatasi
Lakukan perawatan luka dengan teknik steril    Penyembuhan luka
Laksanakan program pengobatan pemberian antibiotik    Penyembuhan luka

5.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan             : Menunjukkan peningkatan pengetahuan klien
Kriteria Hasil   : Dalam 2×24 jam, pasien
Mengikuti pengobatan yang disarankan
Peningkatan pengetahuan pasien
Dapat menghindari sumber stress



No    Intervensi    Rasional
1    Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu    Meningkatkan pengetahuan pasien
2    Identifikasi sumber stress dan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid yang terjadi, seperti orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan    Agar pasien bisa menghindari sumber stress
3    Berikan informasi tentang tanda dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya    Dapat mengidentifikasi gejala awal dari gondok
4    Diskusikan mengenai terapi obat-obatan termasuk juga ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut    Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan







DAFTAR PUSTAKA
Murwani arita,S.Kep, perawatan pasien penyakit dalam ,penerbit mitra cendika,jogjakarta:2009
Tarwono,Ns.S.Kep,M.Kep,dkk, perawatan medikal bedah,sistem endokrin,jakarta:tim 2012